Teori Gestalt
Teori Gestalt adalah anak dari aliran belajar psikologi kognitif. Teori
belajar kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar Gestalt.
Peletak dasar psikologi Gestalt adalah Mex Wertheimer (Masdin, 2007:64), yang
meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Sumbangannya ini didikuti oleh
Kurt Koffka yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan;
kemudian Wolfgang Kohler yang meneliti tentang insight pada simpanse. Penelitian-penelitian
mereka menumbuhkan Psikologi Gestalt yang menekankan bahasan pada masalah
konfigurasi, struktur dan pemetaan dalam pengalaman. Kaum Gestalis berpendapat,
bahwa pengalaman itu berstruktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan. Orang
yang belajar, mengamati stimulus dalam keseluruhan yang terorganisasi, bukan
dalam bagian-bagian yang terpisah.
Konsep penting dalam teori Gestalt adalah tentang insight. Menurut Woolfolk (1995) insight adalah
pengamatan/pemahaman mendadak terhadap hubungan antar bagian-bagian di dalam
suatu situasi permasalahan. Insight itu sering dihubungkan dengan
pernyataan spontan “aha” atau “oh,
I see now”. Kohler menemukan tumbuhnya insight pada seekor simpanse dengan
menghadapkan simpanse pada masalah bagaimana memperoleh pisang yang terletak
diluar kurungan atau tergantung diatas kurungan. Dalam eksperimen itu, Kohler
mengamati, bahwa kadangkala simpanse dapat memecahkan masalah secara mendadak,
kadangkala gagal meraih pisang, kadangkala duduk merenungkan masalah, dan
secara tiba-tiba menemukan pemecahan masalah.
Menurut Wertheimer dalam Masdin (2007:65) seorang Gestalis yang mula-mula
menghubungkan pekerjaan dengan proses belajar dikelas. Dari pengamatannya, ia
menyesalkan metode menghafal disekolah dan menghendaki agar murid belajar
dengan pengertian, bukan hafalan akademis. Menurut pandangan Gestaltis, semua
kegiatan belajar (baik pada simpanse maupun pada manusia) menggunakan insight atau pemahaman terhadap
hubungan-hubungan antara bagian dan keseluruhan. Tingkat kejelasan atau
keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih
meningkatkan belajar seseorang daripada dengan hukuman dan ganjaran.
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan
merupakan unsur yang sangat fundamental dalam melaksanakan setiap jenis dan
jenjang pendidikan. Adanya proses yang panjang dan tertata dengan rapi serta
berjenjang akan memungkinkan belajar menjadi lebih baik dan efisien. Dalam
makalah ini akan menjelaskan tentang teori belajar Gestalt.
Teori
ini muncul karena adanya pemikiran yang dikemukakan oleh Max Wertheimer
(1880-1943) yang dianggap sebagai pendiri teori gestalt. Max Wertheimer dalam
pemikirannya bekerja sama dengan dua temannya yaitu Kurf Koffka (1886-1941) dan
Wolfgang Kohler (1887-1967) mereka disebut penemu atau pendiri. Ketika tokoh
tersebut mempunyai pemikiran yang searah atau sejalan.
Teori
Gestalt adalah teori dimana individu itu memandang atau terhadap cara
pandangnya melihat keadaan sekitar tidak dilihat dalam bentuk terpisah-pisah
atau tidak melihat dari berbagai aspek-aspek yang ada melainkan memandang
secara yang bulat, kompleks, ataupun global atau secara keseluruhan dengan cara
pandang yang terencana atau perencanaan yang baik. Jika individu memandang
keadaan sekitar dalam bentuk unsur-unsur yang dibagi-bagi maka yang terjadi
adalah dapat menghilangkan makna dari gestalt tersebut yaitu individu akan
sulit untuk memecahkan permasalahan yang dilihatnya. Sedangkan jika
permasalahan individu memandang dengan bentuk yang global, individu dapat memecahkan
permasalahan dengan cara pengertian yang menyeluruh.
Pengertian
diatas dudukung oleh teori Max Wertheimer menurutnya gestalt tidak melihat
kesalahan mengenai instropeksi, hanya saja terdapat adanya salah penggunaan
yaitu membagi elemen-elemen yang sebenarnya pengalaman itu merupakan suatu
kebulatan (kompleks). Seperti diketahui organisme itu mempersepsikan keadan
atau dunia ini sebagai sesuatu yang berarti, sesuatu yang terorganisasi.
Apabila ini dibagi-bagi menjadi elemen-elemen akan kehilangan maknanya. Kerena
itu gestalt berpendapat bahwa fenomena perseptual dipelajari secara langsung
dan secara bulat, tidak tebagi-bagi atau dianalisis lebih lanjut. Karena
gestalt mempelajari fenomena perseptual secara langsung, maka gestalt
kadang-kadang juga disebut sebagai Phenomenologist. Phenomenologist
mempelajari sesuatu secara meaningsful, kejadian psikis tidak dapat dianalisis
menjadi elemen-elemen. Pandangan pokok psikologi gestal adalah berpusat bahwa
apa yang dipersepsi itu merupakan suatu kebulatan, suatu unity atau suatu yang
menyeluruh (kompleks).
Menurut
teori Gestalt anak dipandang sebagai suatu keseluruhan, yakni suatu organisme
yang dinamis, yang senantiasa dalam keadaan berintekrasi dengan dunia
sekitarnya untuk mencapai tujuan-tujuannya. Interaksi di sini dimaksudkan bahwa
anak selalu menerima respon dari luar dirinya. Respon tersebut tidak diterimanya
begitu saja, melainkan ia melakukan seleksi sesuai dengan tujuannya, setelah
itu mereka bereaksi terhadap respon-respon itu dengan cara mengolanya atau
memahaminya.
Teori
Gestalt di atas memberi implikasi kepada kita bahwa anak (siswa) merupakan
makluk yang aktif bukan pasif. Sesuai dengan teori ini, maka dalam proses
belajar mengajar di dalam kelas seluruh anak didik (siswa) mesti dilibatkan
secara aktif, baik mental maupun fisiknya, sebab dengan cara yang demikian
keberadaan mereka sebagai individu yang
cara geraknya dapat tersalurkan secara maksimal.
Pengertian
diatas didukung oleh teori gestal yang di temukan oleh MX Weetheimer seorang
psikolog Jerman. Menurut rumusan pemikiran dan penemu gestalt ini bahwa gestalt
berarti bentuk, pola, keseluruhan, yaitu dasarnya adalah unit (kesatuan)
sedangkan alatnya yang dijadikan dasar ialah persepsi (pengamatan atau
pengenalan) untuk di pahami. Karena itu
para psikologi gestalt kebanyakan perhatian/studinya ditunjukan kepada
perinsip-perinsip dasar penyelengaraam proses pengamatan. Psikolog-psikolog
gestalt selain mengembangkan teori-teori mengenai permasalahan pengamatan, jug
kemudian mengembangkan teori mengenai problem solving dan kepribadian.
Psikologi
gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari suatu gejala
atau permasalahan sebagai suatu keseluruhan atua totalitas. Pandangan pokpok
psikologi gestalt berpusat bahwa apa yang di persepsikan itu merupakan suatu
kebulatan,suatu unity atu gestalt. Psikologi gestalt semula timbul berkaitan
dengan masalah persepsi,yaitu pengalaman Max Wertheimer di stasiun kereta api
yang di sebutnya phi phenomena. Dalam pengalaman nya tersebut,sinar yang tidak
bergerak di persepsi oleh sinar yang bergerak.
Dengan
demikian,maka dalam sebuah persepsi itu ada peran aktif dari perseptor ini
berarti jika seseorang mempersepsi suatu objek itu tidak tergantung pada
stimulus. Objektif nya saja tetapi,ada peran aktif/aktifitas dari seseorang
untuk menentukan hasil persepsi nya. Apa semula hanya persepsi saja,selanjut
nya berkembang dan berpengaruh pada aspek-aspek lain antara lain dalam persepsi
belajar. Teori di atas di dukung oleh pengertian gestalt sebagai keseluruhan
oleh Max Wertheimer yang di pandang sebagai pendiri psikologi gestalt dalam
buku pengantar psikologi umum.
Bagi
para ahli pengikut gestalt perkembangan itu adalah proses diferensiasi,Dalam
proses diferensiasi itu yang primer adalah keselurhan,sedangkan bagian-bagian
adalah sekunder,bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian dari pada
keselurhan dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lainnya
keseluruhan ada terlebih dahulu baru di susul oleh bagian-bagian nya. Bila kita
ketemu dengan seseorang teman misalnya,dari kejauhan yang kita saksikan
terlebih dahulu bukanlah baju nya yang baru atau pulpen nya yang bagus,atau
dahi nya yang terluka melainkan justru teman kita itu sebagai
keseluruhan,sebagi gestalt; baru kemudian menyusul kita saksikan adanya hal-hal
khusus tertentu seperti bajunya yang baru,pulpen nya yang bagus,dahi nya yang
terluka dan sebagainya.
Selain
itu Teori Gestalt juga dapat diartikan sebagai aplikasi melakukan penelitian
umum secara global /umum misalnya , sesuatu yang dapat dilihat dengan nyata,
tidak berupa angan-angan atau abstrak maka sesuatu tersebut lebih memiliki
makna dan berarti dari pada benda tersebut dipecah menjadi unsur atau bagian
yang paling mendasar. Teori gestalt memandanf suatu benda tidak berarti apabila
dipecah menjadi suatu bagian. Pengertian ini didukung oleh CH.v . Ehrenfels
dengan teorinya gestal adalah sesuatu yang lebih berarti dari pada jumlah
bagian-bagian.
Didalam
ilmu jiwa gestalt dikemukakan bahwa didalam alat kejiwaan tidak terdapat jumlah
unsur-unsur melainkan gestalt (suatu keseluruhan) yaitu tanpa memecahkan benda menjadi
bagian-bagaian yang tidak berarti, setiap bagian atau elemen-elemen dari sebuah
benda tidak berarti sama sekali, elemen tersebut akan bermakna bergabung
menjadi satu dalam satu kesatuan. Teori ini didukung oleh Von Ehrendels yang
mengemukakan bahwa dalam alat kejiwaan tidak terdapat unsur-unsur melainkan
gestalt.
Aplikasi
teori Gestalt dam proses pembelajaran antara lain:
a.
Pengalaman tilikan
yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau
peristiwa (insight). Tilikan memegang peranan penting dalam perilaku.
Dalam proses pembelajaran, hendaknya
peserta didik memiliki kemampuan tersebut.
b.
Pembelajaran
yang bermakna (meaniful learning) yaitu kebermaknaan unsur-unsur yang terkait
akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna
hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat
penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah
dan pengembangan alternative pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta
didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
c.
Perilaku
bertujuan (purposive behavior) yaitu bahwa perilaku terarah pada tujuan.
Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respon, tetapi ada
keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan
berjalan efektif jika peserta didik mengetahui tujuan yang ingin dicapainya. Oleh
karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktifitas pengajaran
dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
d.
Prinsip ruang hidup (life space) yaitu bahwa perilaku individu memiliki
keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang
diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan
kehidupan peserta didik (menyangkut dengan kehidupan sehari-hari_.
e.
Transfer
dalam belajar, yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran
tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi
dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi
tertentu unutk kemudian menempatkan dalam situasi konvigurasi lain dalam
tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip
pokok yang laus dalam pembelajaran dan kemudian menyusun kesatuan-kesatuan imum
(generalisasi) .transfer belajar akan akan terjadi apabila peserta pendidik
telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan
generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi
lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk
menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkan.